Mengenang 10 Tahun Tragedi Tsunami (26 Desember 2004-26 Desember 2014)

Museum Tsunami Aceh: Rumoh Aceh as Escape Hill 

Museum ini bukan hanya mengenang tragedi tsunami tanggal 26 Desember 2004 tapi berfungsi juga sebagai pendidikan bagi generasi muda tentang antisipasi bencana dan tempat evakuasi yang memadai jika terjadi peristiwa serupa.


Museum yang terletak di jantung Kota Banda Aceh tepatnya di Jalan Sultan Iskandar Muda ini diresmikan pada tahun 23 Februari 2008 oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Berfungsi sebagai objek sejarah dan pusat penelitian tentang tsunami, simbol kekuatan masyarakat Aceh menghadapi bencana tsunami dan sebagai warisan kepada generasi mendatang bahwa disini pernah terjadi bencana tsunami.

Desain museum mengusung konsep Rumoh Aceh as Escape Hill hasil rancangan arsitek M. Ridwan Kamil yang memenangkan lomba desain museum ini pada tahun 2006. Desain sarat dengan konten lokal namun rancangannya sangat modern dan futuristik. Digambarkan sebuah rumah panggung tradisional Aceh dan berfungsi juga sebagai escape hill atau bukit evakuasi jika terjadi bencana banjir atau tsunami di masa datang.
Sebelum  memasuki pintu masuk akan ditemukan sebuah helikopter Polisi yang hancur diterjang tsunami. Lalu mulai memasuki Lorong Tsunami (Tsunami Alley) yang sempit, menjulang dan temaram. Disisi kiri dan kanan mengalir air dan suara gemuruh air seakan mengingatkan peristiwa tsunami. Disini bulu kuduk kami berdiri.
Kemudian kami memasuki ruangan yang terdiri dari bangunan monumen yang diatasnya terdapat sebuah LCD yang memperlihatkan foto-foto saat peristiwa tsunami, seperti bangunan yang hancur, kapal di atas rumah, mayat-mayat bergelimpangan. Sungguh kami terenyuh melihatnya.


Ruang berikutnya adalah Ruang Sumur Doa (Chamber of Blessing). Di ruangan yang berbentuk lingkaran seperti cerobong ini terdapat ribuan nama-nama korban tsunami. Menjulang ke atas dan diujung atas ada sebuah cahaya dan tulisan arab berlafaz ALLAH. Pesan dari ruangan ini adalah setiap jiwa manusia pasti akan kembali kepada yang maha kuasa. Dengan sayup-sayup suara orang mengaji, suasana menjadi semakin dalam. Tanpa terasa air mata hangat membasahi pipi.
Setelah itu kami naik ke lantai 2 dengan melewati jembatan yang dirancang sangat futuristik. Seakan tidak
percaya bahwa bangunan ini didesain oleh putra bangsa.
Di ruang pamer temporer disajikan foto-foto berukuran besar pra, saat dan pasca tsunami. Mungkin kita masih ingat dengan seorang ibu yang menangis saat memeluk anaknya sudah tidak bernyawa lagi atau seorang bapak yang berlari menyelamatkan diri hanya mengenakan handuk putih. Semua itu ada disini dan membuat kami menangis.
Lalu kami memasuki ruangan audio visual. Di ruangan yang seperti mini theathe dengan kapasitas 30 orang ini kami disuguhi film saat terjadi tsunami 26 Desember 2004 itu. Film tersebut menggambarkan betapa dahsyatnya bencana tersebut dan betapa lemahnya manusia menghadapi cobaan yang maha kuasa. Terlihat saat gelombang tsunami memasuki kota Banda Aceh dan berhasil direkam oleh beberapa warga dengan video amatir. Meratakan dan menyeret semua yang dilewatinya. Rumah. Pohon. Kendaraan. Namun jika takdir belum menjemput, terlihat seorang kakek renta yang sedang menyelamatkan diri padahal dibelakangnya datang gelombang tsunami, dalam hitungan detik dia naik ke tempat yang lebih tinggi dan berhasil menyelamatkan diri. Dan, saat film selesai, terlihat hampir semua orang mengusap matanya.
Selanjutnya kami naik ke lantai 3. Disini disajikan beberapa ruangan untuk memorabilia setelah tsunami seperti sebuah jam besar yang menunjukkan waktu saat terjadinya tsunami, sepeda motor dan sepeda yang hancur. Semua itu sumbangan dari warga yang rela barangnya ditempatkan di museum ini. Selain itu ada juga diorama saat tsunami melanda beberapa daerah. Seperti diorama sebuah mesjid yang berdiri kokoh diterjang tsunami sementara bangunan lain semuanya rata dengan tanah.
Ruangan lain memberikan informasi pengetahuan tentang tsunami dan bencana lainnya. Juga ada ruang simulasi gempa. Disini kita bisa merasakan saat terjadi gempa yang sesungguhnya. Ada juga ruangan perpustakaan yang berisi buku-buku tentang bencana sumbangan dari berbagai pihak. Dan terakhirnya ada ruangan khusus cindera mata.
Setelah itu kita kembali turun ke lantai 1 dan bisa beristirahat di dalam cafe yang nyaman. Tanpa terasa 2 jam waktu dihabiskan di tempat ini. Namun banyak sekali manfaat yang kita peroleh dari museum ini. Bencana bisa terjadi kapan saja dan dimana saja, namun kita bisa mengantisipasinya untuk meminimalisir jumlah korban. Satu yang tidak bisa dilawan yaitu takdir dari yang maha kuasa.

Ini untuk kamu...



Kamu.. ya kamu!

Kamu memberikan pengalaman yang paling berharga dalam hidupku, dimana saat –saat kita ikrarkan untuk menjadi sebagian dari kehidupan yang lain. Ketika kita ucapkan kata sepakat untuk menjalin kasih. Dicintai olehmu, membuat aku seperti tak lagi membutuhkan dunia, cukup kamu, ya…hanya kamu!

Kau membuatku mengerti arti rindu, yang selalu membayangkanmu ketika mata ingin terpejam. Begitu indah, sangat indah… Samapai kapan? Entahlah, tapi dari lubuk hati terdalam aku berharap dengan sangat agar selamanya seperti ini, selamnya bersamamu, selamanya disampingmu.

Kamu.. yang membuatku melalui kenyamanan-kenyamanan ketika menghabiskan waktu bersamamu, yang membuatku tertawa dengan hangatnya… Tak kan bisa kuungkapkan dengan kata. Sangat Indah!

Mari kita rajut kisah ini, mari kita tata kebahagiaan masa depan kita. Mari panjatkan selalu hajat disetiap sujud kita, semoga Yang Maha Pengasih menyatukan kita dalam ikatan suci..
 
Aku akan menunggu moment itu..
Sungguh, sangat berharap!!

34 Jam




Bahagia? Jangan ditanya
Menyenangkan? Apalagi
Begitu indah kisah ini terangkai. Selalu ada keindahan tersendiri disetiap detik sejak kita ikrarkan untuk menyatukan hati kita sebagai tahap awal menuju kebahagiaan masa depan.
Senyum itu masih mengembang.
Betapa nyamannya jiwa menatap wajah itu. Dua senyuman pelengkap kebahagiaan ini. Puji Syukur atas segala Karuniamu Yaa Rabb… Dengan semangatnya mereka menunggu kedatangan kami. Ya Allah, kebahagiaanku berawal dari kebahagiaan mereka.
Ayahanda, ibunda tercinta…
Aku akan selalu disamping kalian, menemani dan melayani masa tua ayah ibunda. Tak usah dirisaukan, aku tak akan pergi, sekarang hanya menunggu pendidikan ini berakhir, setelah itu aku akan pulang mengabdi ditanah kelahiran, mengabdi kepada manusia-manusia hebat yang telah melahirkan, mendidik dan membesarkanku.

***
Tercatat tanggal 06 Desember 2013. Penghujung tahun, tapi awal dari kebahagiaan masa depan. Jum’at, ya… dalam agama kita ini hari yang paling baik, hari ini pula kubawakan gadis pilihan hati ke pangkuan Ayah Ibunda tersayang…

***bersambung…………